”Alda” aku mendengar seseorang dari belakang memanggil namaku, sontak aku langsung menoleh.
“Kamu sudah tahu masuk di kelas yang mana?” gadis cantik ini berhenti berlari mengejarku dan membuat tubuhnya sejajar dengan tubuhku.
“Belum, aku baru saja sampai kesini” ucapku dengan tatapan meyakinkan.
“Ayo sini!” belum sempat membalas ucapanku, ia menarik tanganku dengan cepat, aku dengan sigap mengikuti langkahnya. Ini satu-satunya cara agar aku tidak terjatuh. Gadis cantik bertubuh tinggi ini membawaku ke tempat dimana sudah ramai orang yang berkumpul disana. Aku biasa melihatnya, karena dua tahun lalu pun aku ke tempat ini untuk melakukan hal yang sama, yaitu melihat namaku ada di kelas yang mana.
“Minggir, minggir kami belum lihat. Yang sudah lihat tolong ke belakang sebentar dong” masih menggenggam erat tanganku, ia membawaku menembus kerumunan banyak orang. Sedikit mendorong orang-orang yang berada di depannya, kini kami sampai ke tempat yang menjadi pusat perhatian, sebuah papan yang terdapat kertas yang menuliskan semua nama siswa yang bersekolah disini, aku pun mendengar ucapan beberapa dari mereka yang merasa kesal karena kami.
“Hey, jangan dorong-dorong begitu dong, kami juga belum lihat” aku yang mendengar ini pun, meminta maaf karena tak ingin memperpanjang masalah. Gadis tadi memberiku tempat di sampingnya agar kami bisa mencari masing-masing nama kami. Berharap kami sekelas untuk yang ketiga tahun.
“Anya kita sekelas lagi hahaha” gadis yang sedari tadi masih berdiri di sampingku ini bersorak kegirangan, karena kami sekelas lagi untuk tahun ketiga. Amammi Rovandia aku biasa memanggilnya Ammi, gadis cantik yang sedari tadi bersamaku ini adalah sahabatku, bagaimana tidak? Sudah bersama sejak menjalani Masa Orientasi Siswa di SMP, memang pertemuan yang tidak sengaja. Saat MOS ia tidak sengaja menjatuhkan es krim nya ke seragamku, aku masih ingat betul bagaimana raut wajah Ammi yang sangat merasa bersalah.
“Lihat lihat, ini namaku dan dibawah namaku ada namamu Anya” kali ini ia membuktikannya, memang nama kami berdekatan secara abjab Amammi Rovanda dan namaku Anya Radiana.
Senin, 18 Januari 2016
Sudah seminggu sejak ku kembali bersekolah dan duduk di kelas 9. Aku kembali menjadi teman sebangku Ammi, beberapa teman sekelasku juga tidak terlalu asing denganku karena aku sudah mengenal beberapa dari mereka. Namun ada satu nama yang menarik perhatianku, siswa laki-laki berwajah teduh yang konon aku mendengarnya bahwa ia memiliki suatu kelainan. Entah darimana aku mendengar berita tak lazim tersebut, namun benar berita ini sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Aku berfikir ini hanya kerjaan sebagian kecil orang iseng yang menyebarkannya. Siswa ini, Rifka Satria.
“Eh lihat geh teman-teman, Rifka bilang kalau ia bisa menangkap awan dengan tangannya hahaha mana mungkin bisa kan, tuh tuh lihat botol yang ia genggam katanya berisi kacang hijau pemberian ratu kahyangan yang turun dari langit. Padahal lihat saja sendiri itu kan hanya kacang hijau biasa. Hei Rifka, kamu ini masih mengigau ya? Hahaha” Temanku, Ando berteriak mengolok Rifka. Kejadian seperti ini sudah kudengar sejak seminggu yang lalu. Rifka terus saja berbicara tak masuk akal yang membuatnya diolok teman-teman sekelas.
“Ando, sebaiknya kamu jangan ngobrol dengannya pasti bakal tidak masuk akal, lihat saja potongan rambut barunya mencirikan bahwa ia adalah seorang anak idiot” kini Dion berbicara yang berlebihan kepada Rifka, jujur saja aku kasihan.
“Ini sungguhan, kalian saja yang idiot. Ini benar-benar kacang hijau dari seorang Ratu. Kalau tidak percaya temui saja sang Ratu pada sore hari di ujung sungai sebrang sekolah” Omongan Rifka ini membuat tawaan teman sekelas menjadi pecah.
“Hey sadarlah, ujung sungai itu tidak ada, mungkin maksudmu bukan ratu tapi nenek tua yang berjualan kacang hijau di depan sekolah itu ya hahaha”
“Anya, kamu percaya padaku kan? Ini sungguhan Anya, kamu adalah anak baik kamu pasti akan percaya padaku” Kini Rifka, bertanya padaku. Bagaimana ini? jika aku menjawab tak percaya, aku takut melukai Rifka.
“Jangan percaya anak itu, Anya. Omongannya tak masuk akal kan?”
“Benar Anya, dia bukanlah anak yang dapat diajak bicara”
“Umm, Rifka bisa kau antar aku ke Sang Ratu itu? kalau boleh aku juga ingin kacang hijaunya” Aduh, aku bicara apa ini? Aku sangat takut akan melukai hati Rifka.
“Sudahlah Anya, bel masuk istirahat akan berbunyi” Takut Rifka akan berbicara yang bukan-bukan. Seperti biasa Ammi melerainya. Inilah yang membuat Rifka dianggap anak yang berbeda dengan kami, ia suka berbicara yang bahkan tidak bisa diterima akal manusia. Menurut teman-temanku, Rifka itu bukan dianggap seorang pembohong lagi, tetapi anak yang memiliki sebuah kelainan. Tapi aku tidak mengangggapnya begitu, aku membaca beberapa kasus seperti Rifka di internet itu bukanlah sebuah kelainan. Sejak aku sekolah disini pun aku sudah mendengar tentang keanehan Rifka tetapi kini aku tahu Rifka sama seperti kami.
Pernah aku mendengar Rifka membuat gaduh ruang computer karena ia bilang ia sedang berbicara dengan seekor naga sayap merah penunggu sekolah. Aku melihatnya sendiri ia berbicara sambil membuat kerusakan akibat perintah dari naga. Entah berbicara dengan naga atau hanya ilusi nya saja, anak-anak lain malah memakinya. Guru pun dibuat tak nyaman dengan adanya Rifka di sekolah ini, ia sedikit berbeda begitulah pemikiran mereka.
Senin, 4 April 2016
Sudah 3 bulan berlalu, sekolahku tetap berjalan lancar. Begitu juga teman-temanku, Rifka? Rifka masih seperti dulu. Namun aku ingat tepat dihari ulangtahun sekolahku, ia kembali membuat suatu kekacauan. 30 Maret lalu, sekolahku berulangtahun. Kami sebagai siswa pun ingin mempersembahkan sesuatu untuk sekolah kami, namun tidak dengan Rifka. Rifka, membuat salah satu staff yang membantu jalannya peringatan ulangtahun sekolahku terkena sengatan listrik. Kejadiannya belum lama namun kini Rifka sedang kena sanksi, tak jadi dikeluarkan kini Rifka terisolasi dari lingkungan sekolah. Ia menggunting kabel pengeras suara, entah apa alasannya. Kini Rifka tak bisa lagi sekelas dengan kami. Rifka duduk dikelas untuk anak yang bermasalah. Sesekali aku melihatnya duduk di kantin, tentu saja ia sendirian.
“Rifka, kamu bawa bekal apa?” aku tak tega membiarkannya makan siang sendirian, aku duduk dihadapannya.
“Mama buatkan aku omelete, kamu mau coba?” Rifka menyodorkan bekal makan siang yang ia bawa. Aku menolaknya.
“Tak usah, aku juga bawa bekal” sembari mengeluarkan bekal makanku, aku melihat Rifka makan dengan lahapnya.
“Kamu tidak apa-apa Rifka? “ Aku menanyakan ini dengan sangat hati-hati.
“Aku mendengar, mereka bilang aku kelainan. Itu tidak benar kan Anya? Aku sama seperti kalian” Kini Rifka tak lagi mengunyah omelete bekal siangnya.
“Itu tidak benar kok, mereka tidak bilang kamu kelainan, memang beberapa siswa ini ada yang usil tapi tenang kamu itu istimewa” aku mencoba menghibur. Rifka diam sejenak. Rifka pergi meninggalkanku, mungkin karena ia sudah selesai menghabiskan makan siangnya. Aku meneruskan makan siangku.
Kamis, 21 April 2016
Sudah tiga hari Rifka tak masuk sekolah, aku sudah tiga hari ini tak melihatnya makan bekal di kantin. Mungkin ia sakit? tapi kuharap dia baik-baik saja.
“Anya, sudah kerjain PR MTK? Ajarin aku dong susah nih aku mengertinya” Ammi menjulurkan buku yang bertuliskan angka kehadapanku.
“Yang ini nih, gimana caranya?” Kali ini ia menunjukan salah satu angka yang harus kujelaskan padanya.
“Kalau yang ini kamu kali silang saja angkanya, terus dibagi dengan hasilnya maka itu lah nilai a nya” Aku menjelaskannya dengan perlahan
“Oke akan kucoba”
“Umm, Ammi kamu tahu kabarnya Rifka tidak? Sudah 3 hari ya kayaknya dia gak masuk sekolah?” Aku mencoba menanyakan hal ini pada Ammi berharap ia mengetahuinya.
“Kurang tahu tuh, denger-denger dia ke Jakarta buat konsultasi gitu deh untuk beberapa waktu”
“Konsultasi, maksud kamu? karena…..” belum sempat aku mengakhiri ucapanku, Ammi sudah memotongnya.
“DIA BERBEDA DARI KITA” aku tertegun sejenak, ia tidak berbeda, pemikiran kalian lah yang berbeda.
Selasa, 7 Juni 2016
Seminggu lagi kami akan melaksanakan tes pertukaran pelajar, sekolahku memang biasa melakukan tes seperti itu. Kali ini salah satu dari kami akan belajar ke negeri jiran, Malaysia untuk kurang lebih 2 bulan. Kami dari kelas 7,8,9 semua wajib mengikuti tes dan hanya satu saja yang bisa diberangkatkan ke Malaysia. Jujur aku mempersiapkan belajarku untuk mendapatkan kesempatan ini. Aku ingin tahu rasanya belajar di negeri orang. Tahun lalu Ammi yang dikirim, aku berharap tahun ini aku yang bisa merasakannya.
Seminggu sudah berlalu, aku deg degan mengikuti tes ini. Pagi ini, aku sudah mempersiapkan dengan matang materiku. Aku pernah membaca salah satu quotes ”Hasil tidak pernah mengkhianati usaha” berbekal dari kutipan inilah aku belajar dengan giat. Satu persatu soal tes kuselesaikan tanpa menemukan kesulitan. Waktu mengerjakan tes pun akan segera berakhir tinggal 2 soal saja yang harus kuselesaikan. Waktu menunjukkan pukul 13.25 semua peserta tes pun harus mengumpulkan lembar jawaban tes. Aku berharap hasil tes ku memuaskan, aku juga berharap teman-temanku mengerjakan tes dengan lancar, khusus untuk Ammi dan tentu saja Rifka.
PENGUMUMAN HASIL TES
Hasil tes akan diumumkan, kali ini kami semua dikumpulkan di aula sekolah kami. Kepala sekolah yang akan mengumumkannya. Saat aku berangkat sekolah Mama bicara padaku “Anya, kalau rezeki tidak akan kemana”
“Baiklah, kalian semua dikumpulkan disini untuk mendengar suatu pengumuman penting. Sekolah kita akan kembali mengirimkan siswa berprestasi ke negeri tetangga, dengan serangkaian tes yang sudah kalian lewati kini kita akan mengetahui siapa siswa berprestasi itu. Baiklah, saya akan mengumumkan sebuah nama yang akan dikirim dalam hal pertukaran pelajaran. Siswa itu adalah Rifka Satria dari kelas 9” Kepala sekolah mengucapkan nama Rifka dengan lantang, berbeda dengan tahun lalu kami langsung bertepuk tangan kini kami menjadi heran.
“Kok bisa anak aneh itu si?”
“Ini tidak adil bapak dan ibu guru, kami sudah belajar giat mengapa ia yang dapat. Pasti ia curang kan?”
“Tidak masuk akal, bagaimana ia mengerjakan soal itu dengan benar?”
Aku mendengar semua kekesalan siswa lain, aku mencari Rifka duduk dimana, aku melihatnya wajahnya menunduk entah itu ekspresi bahagia atau justru ia sedih mendengar semua umpatan-umpatan dari teman-teman yang lain?
“Tenang anak-anak tes ini murni tidak ada kesalahan, Rifka memperoleh nilai nyaris sempurna dengan kesalahan hanya 1 soal di bidang matematika. Ia mengerjakannya dengan baik. Maka dari itu, saya harap kalian semua akan berlapang dada” Kepala sekolah mencobva menenangkan kami. Aku senang mendengarnya, walau bukan aku yang dikirim untuk pertukaran pelajar.
“Siswa yang bernama Rifka Satria dipersilahkan naik ke atas panggung” Refleks aku langsung bertepuk tangan. Disusul dengan tepukan tepukan dari siswa lainnya. Rifka, yang mereka anggap anak yang berbeda bahkan mereka menyebut Rifka kelainan kini ia menjadi Superstar hari ini. Instingku tidaklah salah, Rifka kamu bukanlah anak yang berbeda dari kami, kamu bukanlah anak yang memiliki kelainan, kamu adalah anak istimewa. Memang benar kata pepatah dari bahasa inggris yang kupelajari “Don’t judge a book by it’s cover”. Tidak semua hal yang kita lihat adalah kebenaran seutuhnya.
Cerpen Karangan: Rahma Gusti Amelia
Hubungi Penulis:
IG: @mrs.annyeong
Ask.fm: rahmagusti_
Twitter: @rahmagustiamel1
disunting oleh: Rafli Arya Fahrezi
Jika kalian menyukai Cerpen ini, silakan share cerpen ini keteman-teman kalian.
sangat menyentuh gan, makasih
ReplyDeletejadi baper.. :'(
ReplyDelete