Gentong Sebagai Kesadaran Manusia Bahwa Dirinya Tak Sendiri

Share:
Dulu, mungkin beberapa dekade yang lalu kita masih ingat gentong yang berada di depan rumah kita. Fungsi gentong itu adalah menyediakan air segar bagi pejalan kaki yang kehausan dan kelelahan karena berjalan.

Dalam masyarakat yang komunal, masyarakat yang tidak dihidupkan pada fungsi hak milik, tapi dihidupkan pada kebersamaan, maka gentong adalah "wilayah'' paling depan kesadaran manusia bahwa dirinya tak sendiri, ia bagian dari gerak dunia, bagian dari gerak masyarakat dan bagian dari gerak lingkungannya. Karena dengan itu, manusia belajar untuk saling mengerti dan memahami keadaan.

Baca Juga: 10 Kisah Sukses Berkat Usaha di Bidang Kuliner

Dulu banyak pejalan kaki yang kehausan dan mampir di depan rumah siapa saja untuk meminum air gentong, ada batas yang romantik antara fungsi kepemilikan dan fungsi sosial dalam ruang domestik masyarakat, kepemilikan pada masa lalu tak selamanya mengacu pada kepemilikan dengan nilai nominal, diskon atas masa depan, atau hitung-hitungan penuh rumus, tapi kepemilikan masa lalu dinilai dari seberapa jauh manusia bisa berfungsi atas ruang bersama.

Tapi ketika ide-ide kapital diperkenalkan, individu diartikan sebagai kebebasan yang mematikan ruang kebersamaan, ruang kepemilikan hanya dibentuk oleh besaran nilai nominal dan ladang kompetisi dijadikan arena bertarung dalam kehidupan. Gentong berubah menjadi gelas-gelas plastik air mineral, semua diukur dalam bentuk nominal.

Namun tidak selamanya ruang kapital itu memperbudak keinginan manusia untuk terasing dalam lingkungannya. Beberapa tahun lalu saya sempat keluar daerah dan lewat di jalan tol, di beberapa tempat rest area ada sekelompok pensiunan yang menyediakan air kopi, teh dan air mineral gratis. Mereka tak lagi mencari nilai atas nominal segelas air, tapi mereka mencari nilai atas kemanusiaan dalam segelas air.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Rasa Rendah Diri

Dalam gentong di depan rumah pada jaman dulu, kita banyak belajar bagaimana cara menghancurkan tembok-tembok kapital yang mendiskriminasi kemanusiaan.

1 comment: